Minggu, 31 Oktober 2010

Sang Pemegang Amanah bukan Sang Pemberi Amanah


Besi seberat ratusan kilogram akan mampu kita angkat apabila sering berlatih dan makan banyak, tapi memegang amanah tidak segampang daripada berlatih angkat besi. Semakin tinggi kita berada dalam suatu hirarki kekuasaan maka beban yang dipikulnya pun semakin berat, lebih dari ratusan kilogram besi. Sebuah pelajaran sangat berharga dari sosok juru kunci gunung merapi, yang patut kita anugerahi sebagai “Sang Pemegang Amanah”.

Mas Penewu Surakso Hargo, Lahir di Dukuh Kinnahrejo, Desa Umbulharjo, Sleman, 1927. Indonesia mulai mengenal sosok beliau ketika gunung merapi sedang bergejolak pada tahun 2006 silam. Beliau seakan –akan tahu bahwa gunung merapi tidak akan melukai penduduk sekitar, ternyata prediksi itu tepat. Tapi prediksi “Sang Pemegang Amanah” tak berlaku pada letusan gunung merapi yang terjadi pada 26 Oktober 2010, beliau menghembuskan nafas terakhirnya tepat pada saat merapi mengeluarkan awan panasnya.

Ada hikmah besar yang dapat kita baca dan kita lihat dari peristiwa ini. Yang pertama, seberat apapun amanah itu, sebenarnya manusia diberi kelebihan untuk memegangnya, tapi manusianya sendiri yang mungkin merasa terbebani. Dan itu bisa kita lihat dari sosok mbah maridjan yang mampu menyokong beban sebagai juru kunci salah satu gunung teraktif sedunia.

Dan apakah kalian membaca hikmah besar yang lain dari peristiwa ini....?

Inilah saya yang mencoba menerjemahkan untaian kata di dalam peristiwa besar ini. Kita tinggalkan sejenak sosok Sang Pemegang Amanah kita.

Di balik terjadinya peristiwa besar ini saya yakin atas kekuatan yang Maha Dahsyat yang mampu mengatur segalanya di alam semesta ini, termasuk meletusnya gunung merapi. Dia lah "Sang Pemberi Amanah", Tuhan semesta alam. Saya hanya berusaha memecah kebimbangan masyarakat demokrasi akan kekuatan itu. Semua kehendak Dia, kenapa negeri yang sering menjajah negeri orang tidak diberi hal yang menyedihkan seperti peristiwa bencana alam yang sering terjadi di negeri kita..? itulah kehendak-Nya, tidak ada yang mampu menghentikan atau menunda apa yang telah dikenhendaki-Nya. Yang saya yakini adalah: kemakmuran – kesengsaraan, kaya – miskin, besar – kecil, bahagia – sedih dan semua yang ada di semesta ini adalah cobaan. Cobaan yang diberi sebagai parameter kehidupan kita di dunia untuk diperhitungkan kelak di akhirat-Nya.

Satu nafas yang telah kita hembus, berarti Dia telah menghendaki kita untuk bernafas satu hembusan di kala itu, demikian berikutnya dan selamanya.

Apa peran manusia untuk menentukan nasibnya sendiri apabila kehendak telah ada di tangan-Nya? “Dia tidak akan mengubah nasib suatu kaum sebelum kaum itu mengubah nasibnya sendiri”, itulah yang saya yakini. Ternyata setelah kita berusaha mati – matian menentukan nasib kita sendiri, Dialah yang menghendaki seperti apakah kelak nasib kita.
Prediksi atau ramalan akan peristiwa atau nasib suatu kaum di masa datang sering benar – benar terjadi, tapi itu hanya sebuah kebetulan, walaupun sosok yang berhasil memprediksi itu adalah “sang pemegang amanah”. Karena “sang pemegang amanah” tak mampu berkehendak seperti “Sang Pemberi Amanah

2 komentar: